Jumat, 17 April 2020

Perjuangan Bangsa Melalui Perundingan Linggarjati

Cewek Manja
Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan senjata bukan satu-satunya jalan untuk mencapai kemerdekaan. Jalur diplomasi atau perundingan adalah jalan lain yang perlu ditempuh bangsa Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Sebab langkah diplomasi kadang tidak selamanya menguntungkan bangsa Indonesia, demikian sebaliknya. Bagaimana bangsa kita berusaha menjalankan politik damai untuk mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga tidak mengesampingkan dengan kekuatan senjata?

Salah satu jalur diplomasi yang ditempuh oleh bangsa Indonesia adalah perjanjian Linggarjati. Linggajati, juga adalah sebuah desa di kecamatan Cilimus, Kuningan yang terletak di kaki Gunung Ceremai, antara kota Cirebon dan Kuningan.

A. Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) adalah pasukan sekutu yang dikirim ke Indonesia setelah selesainya Perang Dunia II untuk melucuti persenjataan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang Jepang.

Sedangkan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) atau "Pemerintahan Sipil Hindia Belanda" merupakan organisasi semi militer yang dibentuk pada 3 April 1944 yang bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda selepas kapitulasi pasukan pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) seusai Perang Dunia II .

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena disaat itu Jepang menetapkan status quo di Indonesia yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda. Salah satu contoh konflik tersebut adalah peristiwa 10 November di Surabaya. Tidak hanya itu saja, namun pemerintah Inggris bertanggung jawab menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia.

B. Perundingan Awal di Jakarta
Inggris mengirim diplomat Sir Archibald Clark Kerr, pada tanggaI 10 Februari 1946 diadakan perundingan Indonesia dengan Belanda di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Perdana menteri Sutan Syahrir dan Belanda diwakili oleh Van Mook. Van Mook mengusulkan agar Indonesia menjadi negara persemakmuran benbentuk federasi di lingkungan kerajaan Belanda.

Pada waktu itu Kabinet Syahrir mengalami krisis yang mengakibatkan Kabinet Syahrir jatuh. Presiden Sukarno kemudian menunjuk Syahrir kembali sebagai Perdana Menteri. Kabinet Syahrir II teribentuk pada tanggal 13 Maret 1946. Kabinet Syahrir II mengajukan usul balasan dari usul-usul Van Mook agar RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah Hindia Belanda.

Usulan tersebut ditolak oleh Van Mook. Pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan jawaban disertai konsep persetujuan yang isi pokoknya antara lain sebagai berikut.
  1. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra.
  2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS.
  3. RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, dan Curacao, menjadi peserta dalam ikatan kenegaraan Belanda.

C. Perundingan Hooge Valuwe
Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono, dan A.K. Pringgodigdo. Dari Belanda hadir lima orang yaitu Van Mook, J.H. van Royen. J.H.Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn.

Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Bagi Indonesia perundingan Hooge Valuwe memperkuat posisi Indonesia di depan Belanda.

D. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946. Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
  4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
 Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan senjata bukan satu Perjuangan Bangsa Melalui Perundingan Linggarjati
Pada bulan Desember 1946, Presiden mengeluarkan Peraturan No. 6 tentang penambahan anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar suara yang pro Perjanjian Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 Presiden melantik 232 anggota baru KNIP. Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret 1947, yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.

E. Dampak Perundingan Linggarjati
Hasil kesepakatan dalam perundingan Linggarjati memberikan dampak bagi bangsa Indonesia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan juga dampak negatif. Dampak positif hasil perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
  1. Adanya pengakuan Belanda secara de facto mengakui kekuasaan pemerintah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera
  2. Dari perundingan linggarjati, berturut-turut negara asing kini mengakui kekuasaan RI seperti.. Inggris: 31 Maret 1947, Amerika Serikat 17 April 1947 , Mesir 11 Juni 1947, Lebanon: 29 Juni 1947, Suriah: 2 Juli 1947, Afganistan: 23 September 1947, Burma: 23 November 1947, Saudi Arabia: 24 November 1947, Yaman: 3 Mei 1948, dan Rusia: 26 Mei 1948

Selain dampak positif beberapa dampak negatif hasil Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
  1. Belanda dapat membangun kembali kekuatan di Indonesia
  2. Banyak partai yang menetang kebijakan Syahrir mulai dari Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. partai tersebut menyatakan bahwa bukti lemahnya pemerintah Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
  3. Pemimpin perundingan linggarjati Indonesia yaitu Sutan Syahrir dianggap memberikan konsensi bagi Belanda membuat sebagian besar anggota Partai Sosialis di Kabinet dan KNIP menarik dukungannya kepada Syahrir pada tanggal 26 Juni 1947.

F. Konferensi Malino
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Belanda melakukan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946.

Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda. Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di Bandung pada Mei – Juli 1948. Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg (BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal.

BFO dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari perkembangan politik antara Belanda dan RI. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook.