Sabtu, 18 April 2020

Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pengadilan HAM adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Kasus pelanggaran HAM akan senantiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Unwillingness state adalah sebutan untuk negara yang tidak mempunyai kemauan menegakkan HAM. Apabila pelanggaran HAM terjadi di negara tersebut maka pengadilan dilakukan di Mahkamah Internasional.

Sebagai negara hukum dan beradab, Indonesia tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Konsekuensi jika sebuah negara tidak melakukan upaya pemajuan, pengormatan dan penegakan HAM diantaranya adalah memperbesar pengangguran, memperlemah daya beli masyarakat, memperbesar jumlah anggota masyarakat yang miskin, memperkecil pendapatan nasional, merosotnya tingkat kehidupan masyarakat, kesulitan memperoleh bantuan dari negara asing dan kesulitan dalam mencari mitra kerja sama.Untuk itulah Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa ban tuan dari Mahkamah Internasional.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Pengadilan HAM ad hoc: adalah pengadilan HAM yang bersifat sementara. Setelah berlakunya undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
 Pengadilan HAM adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana. Beberapa ketentuan yang ada pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM antara lain sebagai berikut.
  1. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. 
  2. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya.
  3. Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. 
  4. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
  5. Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik.  
  6. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
  7. Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat.
  8. Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
  9. Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim
  10. Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan. 
  11. Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. 
  12. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan
  13. Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. 
  14. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
  15. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Selain melalui lembaga peradilan, pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;
No.Jenis Kebijakan Pencegahan terjadinya Pelanggaran HAMAnalisis Keberhasilan
1.Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di seluruh dunia. Indonesia sangat merespons pada pelanggaran HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak Cukup berhasil dan terlaksana dengan baik
2.Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan Komisi Anti Kekerasan pada perempuanSudah dilaksanakan dengan baik
3.Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai hak asasi manusia , Undang-undang nomor 26 tahun 2000 mengenai pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain yang belum itukan menyangkut penegakan hak asasi manusia.Cukup berhasil dan terlaksana dengan baik

Sanksi bagi pelanggar HAM sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Republik Indonesia 􀀑􀀃No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM antara lain sebagai berikut.
No.Jenis Pelanggaran HAMSanksi
1.Kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib.Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapat vonis hukuman 14 tahun penjara karena terbukti berperan sebagai pelaku yang meracuni Munir dalam penerbangan menuju Amsterdam
2.Kasus terbunuhnya Salim KancilKepala Desa Selok Awar awar, Hariono ditahan dan disidangkan dan terancam hukuman mati
3.Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada 6 orang perwira pertama Polri. Sementara pada 2002 pengadilan militer menjatuhkan hukuman kepada 9 orang anggota Gegana/Resimen II Korps Brimob Polri. 
4.Peristiwa 27 Juli 1996Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.