Sabtu, 28 Maret 2020

Sejarah Pahlawan Perjuangan Indonesia H.R Rasuna Said Dan Ir.H.Juanda Kartawijaya

Sejarah H.R Rasuna Said Dan Ir.H.Juanda Kartawijaya Pahlawan Peruangan Indonesia H.R Rasuna Said Haah Rangkaryo Rasuna Said (lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 14 Seeptember 1910 – meninggal di Jakarta, 2 November 1965 pada umur 55 tahun) adalah salah seorang peuang kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Seperti Kartini, ia uga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan di TMT Kalibata , Jakarta.

Sejarah Pahlawan Perjuangan Indonesia H.R Rasuna Said 


Kehidupan Awal
H.R Rasuna Said dilahirkan pada tanggal 15 September tahun 1910. Di Desa Panyinggahan, Maninau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhammad Said, seorang saudagar Minangkabau dan bekas aktivitas pergerakan.

Setelah menamatkan enjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar- Rasyidiyah. Saat itu, ia merupakan satu-satunya santri perempuan. beliau dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas dan pemberani. Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah Putri, dan bertemu dengan Rahman El Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan Thawalib. Gerakan Thawalib ialah gerakan yang didirikan kaum reformis Islam di Sumatera Barat. Banyak pemimpin gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis Islam Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, beliau sempat mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemauan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah Shool Putri, tapi ditolak. Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasunan Said.

Kontroversi poligami pernah ramai dan menjadi polemik di Ranah Minang pada tahun 1930 an. Ini berakibat pada meningkatnya kawin cerai. Rasuna Said menganggap, kelakuan ini bagian dari pelecehan kepada kaum wanita. 
Perjuangan Politik
Awal mula perjuangan politik Rasuna Said berawal dengan beraktifitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung denan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di bukit tinggi pada tahun 1930. Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit tinngi. Rasuna Said sangat pandai dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. Rasuna Said adalah wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.  

Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail,dan dipenjara pada tahun 1932 di Semarang. Setelah bebas dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Jurnalis
Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam.  Pada ahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Majalah ini dikenal radikal, bakan tercatat menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat. Namun pada ahirnya polisi rahasia Belanda (PID) mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan. Sedangkan para tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna sangat kecewa. Ia pun memilih pindah ke Medan, Sumatera Utara.

Pada ahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasannya, beliau  membuat majalah mingguan bernama Menara Poeteri. Slogan koran ini sangat mirip dengan slogan Bung Karno, “Ini dadaku, mana dadamu”. Koran ini banyak berbicara soal perempuan. Meski begitu, sasaran pokoknya ialah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum  perempuan. Rasuna Said mengasuh ruprik “Pojok”. Ia sering menggunakan namasamaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama sebuah bunga. Tulisan-tulisan Rasuna terkenal  tajam, kupasannya mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.

Sebuah koran di Surabaya,Penyebar semangat,pernah menulis perihal Mennara Poetri ini. “DI Medan ada sebuah surat kabar bernama Manara Poeteri. Isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian.Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorangt putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional”Akan tetapi, koran Menara Poetri tidak berumur panjang. Persoalannya, swe3bagian besar pelanggannya tidak membanyar tagihan korannya. Karena itu, Menara Poetri pun ditutup. Pada saatb itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan. Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, Sumatera Barat.

Pada masa kedudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

Setelah Kemerdekaan
Setelah Kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said bergerak aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan indonesia. Ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatny, 2 November 1965 di Jakarta. Beliau H.R Rasuna Said meninggalkan seorang putri ( Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh.  Ibrahim, Moh. Yusuf,Rommel Abdillah dan Natasha Quratul’Ain).

Rasuna Said diangkat sebagai salah satu Pahlawan  Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974. Namanya sekarang diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Ir.H.Juanda Kartawijaya
Ir.H. R. DjoeandaKartawidjaja (dibaca : Juanda Kartawijaya) lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911 – meninggal di Jakarta,7 November 1963 pada umur52 tahun adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari tanggal 9 April tahun 1957 sampai  dengan tanggal 9 Juli tahun 1959. Setelahitu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.

Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan didalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut United Nations Convention On Law of the (UNCLOS).

Namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yang diberi nama Bandara Djuanda atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana. Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandungyaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuand, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir.H. Djuanda.

Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serangan jantung dan dimakamkan di TMT Kalibata,Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidaa diangkat sebagai tokoh nasional/ pahlawan kemerdekaan nasional.
Ir.H. Djunda dilahirkan di Tasikmalaya, 14 Januari 1911, merupakan anak pertaama pasangan Raden Kartawijaya dan Nyi Monat, ayahmya seorang Mantri Guru pada Holladsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikian sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah kesekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. Selanjutnya oleh ayahnya dimasukan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hogere Burger School (HBS) di Bandung, dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama beliau  masuk ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan teknik sipil dan lulus tahun 1933. Semasa mudanya Djuanda hanya aktif dalam organisasi non politik yaitu Paguyupan Pasundan dan angota Mukamadiyah, dan pernah menjadi pimpinan sekolah Mukamadiyah. Karier selqnjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum propinsi awa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.

Perjuangan
Ir. H. juanda seorang abdi negara dan abdi masyarakat. Dia seorang pegawai negeri yang patut diteladani. Memulai karier dalam berbagai jabatan pengabdian kepada negara dan bangsa. Semenjak lulus dari TH Bandung (tahun 1933) dia memilih mengabdi di tengah masyarakat. Dia memilih mengajar di SMA Mukamadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya. Padahal saat  itu beliauditawari menjadi asisten dosen di TH Bandung dengan gaji lebih besar.
Setelah empat tahun mengajar di SMA Mukamadiyah Jakarta, pada 1937, Djuanda mengabdi dalam dinas pemerintahan di Jawaatan rigasi Jawa Barat. Selain itu, dia juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jjakarta.
Setelah Proklmasi 17 Agustus 1945, tepatnya pada 28 September 1945, Djuanda memimon para pemuda mengambil-alih Jawatan Kereta Api dari Jepang. Disusul pengambil-alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja,Keresidenaan dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.
Kemudian pemetintah RI mengangkat Djuanda sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu, dia diangkat menjabat Menteri Perhubungan. Dia pernah menjabat Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan danPertahanan. Beberapa kali dia memimpin perundingan dengan Belanda. Di antaranya dalam perundingan, Dia bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan  Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam Perundingan KMB ini, Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan Republik indonesia
Duanda sempat ditangkap tentara Belanda  saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Diadibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasunda. Tetapi dia menolak.

beliau seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui batas panggilan tugasnya. Mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik demi kepentingan bangsa dan negarannya. Karya pengabdiannya yang paling strategis adalah Deklarasi Djuanda 13 Desember tahun 1957.

Ir. Djuanda oleh kalangan pers dijuluki ‘menteri marathon’ karena sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai menteri muda perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan MenteriPertahanan (1957-1959) samapi menadi Menteri Pertama pada masa Demokrasi tahun 1963, beliau menjabat sekali sebagai menteri muda, 14 kali sebagai menteri dansekali menjabat perdana menteri.